Minggu, 01 Desember 2019

MATERI PELAJARAN AGAMA KATOLIK KELAS XII: BAB V PERAN SERTA UMAT KATOLIK DALAM MEMBANGUN BANGSA INDONESIA

BAB V
PERAN SERTA UMAT KATOLIK
DALAM  MEMBANGUN BANGSA INDONESIA 


             A.  Situasi Negeri kita saat ini
1.      Situasi Politik dan Ekonomi
Dewasa ini, politik hanya dimanfaatkan untuk kepentingan pribadi atau kelompok. Dari apa yang sedang berlangsung sekarang, tampak bahwa politik menjadi ajang pertarungan kekuatan dan perjuangan untuk memenangkan kepentingan kelompok atau kepentingan finansial pribadi atau kelompok. Terkesan tidak ada upaya serius untuk mewujudkan kesejahteraan bersama. Bukan kepentingan bangsayang diutamakan melainkan kepentingan kelompok, dengan mengabaikan cita-cita dan kehendak kelompok lain. Yang lebih memprihatinkan lagi ialah agama sering digunakan untuk kepentingan kelompok politik. Simbol-simbol agama dijadikan lambang politik kelompok tertentu dan dengan demikian membangun sekat-sekat antara pemeluk agama, yang kadang kala melahirkan berbagai bentuk kekerasan yang berbau SARA.
      Politik kekuasaan yang mementingkan kelompok sendiri semacam itu, dengan sendirinya akan mengorbankan tujuan utama, yakni kesejahteraan bersama yang mengandaikan kebenaran dan keadilan. Penegakan hukum juga diabaikan. Akibatnya, fenomena KKN (Korupsi, Kolusi dan Nepotisme) tidak ditangani secara serius, bahkan makin merajalela di berbagai wilayah, lebih-lebih sejak pelaksanaan otonomi daerah. Otonomi daerah yang seharusnya dimaksudkan sebagai desentralisasi kekuasaan, kekayaan, fasilitas, dan pelayanan ternyata menjadi desentralisasi KKN. Perhatikan salah satu berita di bawah ini:
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menilai secara umum, komitmen pemimpin bangsa masih rendah dalam memberantas korupsi. Kalau pun ada dari sebagian pemimpin yang memberikan perlawanan terhadap korupsi, itu masih dianggap tidak konsisten.
Demikian diungkapkan Wakil Ketua KPK, Zulkarnaen saat dihubungi wartawan, Rabu (16/5/2012).
"Komitmen pemimpin masih rendah dan tidak konsisten," tegasnya.
Oleh karena itu, lembaga penegak hukum khusus yang lahir pada era reformasi itu, justru menganggap pelaksanaan demokrasi saat ini tidak kondusif untuk memberantas korupsi.
"Situasi politik dan demokrasi tidak kondusif untuk memberantas korupsi," ujar Zulkarnaen
Sebelumnya, Wakil Ketua KPK Busyro Muqoddas (saat menyampaikan hal ini masih menjabat sebagai Ketua KPK) membenarkan bahwa korupsi berakar dari kepentingan politik.
"Korupsi itu melibatkan pejabat struktural. Dimana, pejabat struktural itu terkadang berasal dari petinggi partai politik," kata Ketua KPK Busyro Muqoddas di kantornya, Kamis (15/12/2012) tahun lalu. 
Busyro menjelaskan, proses korupsi politik itu bermula akibat pendidikan politik praktis yang selalu diwarnai oleh politik uang. Sehingga, Busyro menyimpulkan, politik uang itu lah yang memunculkan korupsi yang memiliki kepentingan politik
2.      Situasi Ekonomi
Secara ekonomis, negeri kita praktis dikuasai oleh segelintir orang yang kaya raya, yang memiliki perusahaan-perusahaan multinasional dengan modal dan kekayaan yang sangat besar. Selanjutnya, tatanan ekonomi yang berjalan di Indonesia mendorong kolusi kepentingan antara pemilik modal dan pejabat, untuk mendapat keuntungan sebanyak-banyaknya. Kesempatan ini juga dimanfaatkan oleh kelompok-kelompok tertentu bersama dengan para politisi yang mempunyai kepentingan, untuk mendapatkan uang sebanyak-banyaknya dengan cara mudah. Akibatnya, antara lain terjadi penggusuran tempat-tempat tinggal rakyat untuk berbagai mega proyek dan eksploitasi alam demi kepentingan para pengusaha kaya. Persaingan antarkelompok dan antarpribadi menjadi semakin tajam. Suasana persaingan itu menumbuhkan perasaan tidak adil, terutama ketika berhadapan dengan pengelompokan kelas ekonomi antara yang kaya dan miskin.


B.      Akar Masalah
1.      Salah satu akar terdalam ialah kurangnya iman yang menjadi sumber inspirasi kehidupan nyata. Penghayatan iman masih berkisar pada hal-hal lahiriah, seperti simbol-simbol dan upacara keagamaan
2.      Kerakusan akan kekuasaan dan kekayaan yang menjadi bagian dari pendorong politik kepentingan yang sangat membatasi ruang publik, yakni ruang kebebasan politik dan ruang peran serta warga negara sebagai subyek. Ruang publik disamakan dengan pasar. Yang dianggap paling penting adalah kekuatan uang dan hasil ekonomi.
3.      Nafsu untuk mengejar kepentingan sendiri bahkan dengan mengabaikan kebenaran. Meluasnya praktek korupsi tidak lepas dari upaya memenangkan kepentingan diri dan kelompok. Ini mendorong terjadinya pemusatan kekuasaan dan lemahnya daya tawar politik berhadapan dengan kepentingan-kepentingan pihak yang menguasai sumber daya keuangan, terutama sektor bisnis.
4.      Dalil tujuan menghalalkan segala cara. Ketika tujuan menghalalkan cara, terjadilah kerancuan besar karena apa yang merupakan “cara” diperlakukan sebagai “tujuan”. Dalam logika ini yang digunakan sebagai ukuran adalah hasil. Intimidasi, kekerasan, politik, uang, politik pengerahan massa, teror, dan cara-cara immoral lainnya dihalalkan karena memberi hasil yang diharapkan. Akibatnya tidak sedikit pelaku kejahatan politik, provokator, dan koruptor menikmati tiadanya sanksi hukum (impunity). Lemahnya penegakkan hukum mengaburkan pemahaman nilai “baik” dan “buruk’ yang pada gilirannya menumpulkan kesadaran moral dan perasaan bersalah.

C.      Yesus Mewartakan Kabar Baik
Sebagai remaja desa Nazaret, pastilah Yesus banyak melihat, mendengar, dan mungkin mengalami sendiri berbagai ketidakadilan yang dialamioleh bangsanya. Ketika Ia mulai merasa terpanggil dan tampil di depan umum mewartakan kabar baik tentang Kerajaan Allah, di desa-Nya, Nazaret, Ia memaklum perutusan-Nya:

(18) Roh Tuhan ada pada-Ku, oleh sebab Ia telah mengurapi Aku, untuk menyampaikan kabar baik kepada orang-orang miskin; dan Ia telah mengutus Aku. (19) untuk memberitakan pembebasan kepada orang-orang tawanan, dan penglihatan bagi orang-orang buta, untuk membebaskan orang-orang yang tertindas, untuk memberitakan tahun rahmat Tuhan telah datang."

Kehidupan rakyat jelata semasa Yesus sungguh parah.Mereka ditindas dan dihimpit oleh para penguasa dan pemimpin-pemimpin agama.Negeri Yahudi waktu itu dikuasai oleh Kekaisaran Roma.Roma menempatkan seorang gubernur dengan tentaranya yang cukupkuat di Palestina.Waktu Yesus mulai aktif berkotbah,Pontius Pilatus menjadi gubernur Roma di Palestina, sedangkan yang menjadi raja adalah Herodes.Roma tidak campur tangan dalam kehidupan sosial dan keagamaan bangsa Yahudi, asal mereka tidak memberontak dan rajin membayar pajak.Pajak memang membebani rakyat miskin. Betapa tidak! Selain pajakkepada pemerintah penjajah, masih ada lagi pajak kepada pemerintahan daerahdan pajak agama. Pajak agama ialah pajak bagi Bait Allah yang berupa sepersepuluh dari hasil bumi.
            Selain dihimpit oleh para penguasa, rakyat kecil masa itu dihimpit pula oleh para rohaniwan, yaitu kaum Farisi.Kaum Farisi itu berjuang untuk menjaga kemurnian agama. Mereka mewajibkan diri untuk melaksanakan bermacam-macam tindakan religius dan ritual, sepertipuasa, matiraga, dan sebagainya.Orang-orang Farisi tidak hanya berada di Yerusalem, tetapi juga di desa-desa di seluruh tanah Yahudi.Karena kegiatan mereka, pengaruh mereka sangat besar dalam masyarakat. Di antara mereka terdapat para rabi yang mengajar seluruh rakyat. Akan tetapi, di balik semuanya itu mereka sebenarnya suka memanipulasi hukum-hukum Taurat dan menciptakan 1001 macam peraturan yang sangat menekan rakyat kecil, tetapi menguntungkan diri mereka.
            Terhadap penindasan dan ketidakadilan seperti itu, Yesus bangkit untuk membela rakyat kecil yang menderita. Ia menyerang the rulling class pada waktu itu tanpa takut.Yesus tak pernah bungkam terhadap praktik-praktik yang tidak adil.Ia tidak berdiam diri atau bersikap kompromistis supaya terelak dari kesulitan.Ia sudah bisa membayangkan resikonya. Akan tetapi, ia konsekuen. Ia tidak segan mengkritik mereka yang “berpakaian halus di istana” (Matius 11:8). Ia mengecam raja-raja yang tak mengenal dan mencintai Allah, tetapi menindas rakyat. Ia mengecam penguasa-penguasa yang menyebut diri “pelindung rakyat” (Lukas 22: 250. Ia tidak takut menyebut raja Herodes sebagai serigala (Lukas 13: 32).
            Yesus sangat berani! Jangan dilupakan kaum Farisi adalah golongan yang sangat berpengaruhi pada saat itu, seperti rohaniwan pada masa kita sekarang ini! Yesus tahu resikonya. Ia berani membela rakyat kecil. Ia menyerang setiap penindasan dan ketidakadilan!, Namun, jangan salah mengerti! Jangan lantas berpikir bahwa Yesus itu seorang tokoh revolusioner yang mau mengubah keadaan sosial dan politik masa itu. Yesus tidak mewartakan suatu revolusi kiri atau kanan untuk melawan kaum penguasa dan kaum berada pada masa itu.
            Ia hanya mewartakan Kabar Gembira. Dan Kabar Gembira bukanlah suatu program sosial politis. Orang boleh mengikuti warta-Nya dengan komitmen sosial politis apapun.Kritik-Nya yang tajam terhadap penguasa tidak bernada politis dan perjuangan kelas.Ia hanya menegakkan nilai-nilai Kerajaan Allah, seperti keadilan, cinta kasih dan perdamaian.Para penguasa dan pemimpin-pemimpin agama harus menegakkan nilai-nilai itu.Mereka harus melayani rakyat kecil, bukan menindas.
            Boleh saja melihat Yesus sebagai tokoh revolusioner dan pembebas, tetapi tokoh yang membebaskan manusia dari egoisme, kesombongan, kesewenang-wenangan, ketidakadilan, dan sebagainya. Yesus memang Pembebas; membebaskan manusia tanpa kekerasan, Suatu pembebasan yang:
§  Terbit dari batin manusia, lalu mewujud dalam masyarakat dalam bentuk apapun;
§  Berupa pertobatan, yaitu suatu peralihan sikap dari segala praktik egoistis kepada sikap mengabdi Allah dan sesama.
Nah, sebagai tokoh pembebas dari setiap bentuk kejahatan dan dosa, Yesus tidak takut untuk berbicara lantang dan tajam dengan risiko apapun. Coba bayangkan, sekiranya Yesus datang lagi ke tengah lingkungan kita pada saat ini, apa yang akan Ia katakan?

D.     Usaha-usaha yang harus dilakukan untuk Membangun Masyarakat yang Adil dan sejahtera sesuai dengan Kehendak Tuhan
Tuhan senantiasa menghendaki supaya bangsa manusia hidup sejahtera di bumi dan kemudia bahagia di Surga.Tuhan pasti menghendaki pula bangsa Indonesia hidup sejahtera dan bahagia.Untuk membangun hidup sejahtera dibutuhkan Suasana damai.Damai bukan saja sekedar tidak ada perang dan penindasan, tetapi situasi yang selamat dan sejahtera dalam diri manusia sebagai buah keadilan yang tercipta dalam suatu masyarakat.Perdamaian adalah hasil tatanan masyarakat yang adil.Keadilan, perdamaian dan kesejahteraan adalah syarat mutlak bagi perkembangan pribadi dan martabat manusia, tetapi juga martabat suatu masyarakat dan suatu bangsa.Kita kini mengalami bahwa masyarakat bangsa kita belum sejahtera, damai, dan adil.Kita masih mengalami krisis dalam berbagai bidang hidup, baik bidang politik, hukum, ekonomi, maupun budayanya.Pokok dari semua krisis ini ialah krisis etika dan krisis ekonomi dengan orientasi pada kepentingan diri sendiri dan kelompok.
Apa kiranya yang harus kita perhatikan dan bagaimana caranya kita dapat membangun masyarakat yang adil dan sejahtera?

1.      Beberapa prinsip dalam Membangun masyarakat yang Adil dan Sejahtera?

a.      Hormat terhadap martabat manusia
Martabat manusia Indonesia harus dihargai sepenuhnya dan tak boleh diperalat untuk tujuan apapun, termasuk tujuan politik. Dasarnya: manusia adalah citra Allah, yang diperbaharui oleh Yesus Kristus dengan karya penebusan-Nya mengangkat manusia menjadi anak Allah.
b.      Kebebasan
Kebebasan adalah hak setiap orang dan kelompok: bebas dari segala bentuk ketidakadilan dan bebas untuk mengembangkan diri secara penuh. Setiap warga sangat membutuhkan kebebasan dari ancaman dan tekanan, kebebasan dari kemiskinan yang membelenggunya, dan juga kebebasan untuk berkembang menjadi manusia seutuhnya.
c.       Keadilan
Keadilan adalah memberikan kepada setiap orang apa yang menjadi haknya. Keadilan merupakankeutamaan yang membuat manusia sanggup,memberikan kepada setiap orang atau pihak lain apa yang merupakan haknya.
d.      Solidaritas
Dalam tradisi solidaritas, sikap solider terungkap dalam semangat gotong royong dan kekeluargaan, yang menurut pepatah lama berbunyi; “berat sama dipikul, ringan sama dijinjing”.
e.      Subsidiaritas
Menjalankan prinsip subsidiaritas berarti menghargai kemampuan setiap manusia, baik pribadi maupun kelompok, untuk mengutamakan usahanya sendiri, sementara pihak yang lebih kuat siap membantu seperlunya. Bila kelompok yang lebih kecil dengan kemampuan dan sarana yang dimiliki bisa menyelesaikan masalah yang dihadapi, kelompok yang lebih besar atau pemerintah/negara tidak perlu campur tangan.
f.        Sikap jujur dan tulus ikhlas
Dengan prinsip ini kebenaran dihargai dan dipegang teguh. Dewasa ini, sikap kritis (fair) berarti menciptakan aturan yang adil dan menaatinya, menghormati pribadi dan nama baik lawan politik, membedakan antara wilayah publik dan wilayah privat, serta menyadari dan melaksankan kewajiban untuk memperjuangkan kepentingan dan kesejahteraan seluruh rakyat Indonesia.
g.      Demokrasi
Demokrasi sebagai sistem tidak hanya menyangkut hidup kenegaraan, melainkan juga hidup ekonomi, sosial dan kultural. Dalam arti ini, demokrasi dimengerti sebagai cara-cara pengorganisasian kehidupan bersama yang paling mencerminkan kehendak umum, dengan tekanan pada peran serta, perwakilan dan tanggung jawab.
h.      Tanggung Jawab
Bertanggung jawab berarti mempunyai komitmen penuh pengabdian dalam pelaksanaan tugas. Tanggung jawab disertai dengan tanggung jawab kepada.Bagi politisi, bertanggung jawab berarti bekerja sebaik-baiknya demi tercapainya tujuan Negara dan mempertanggung jawabkan pekerjaannya kepada rakyat. Tanggung jawab hanya bisa dituntut bila kebijakan umum pemerintah terumus jelas dalam hal prioritas., program, metode, dan pendasaran filosofi. Atas dasar kebijakan umum ini, wakil rakyat dan kelompok-kelompok masyarakat bisamembuat evaluasi pelaksanaan kinerja pemerintah dan menuntut pertanggungjawabannya.

2.      Cara, pola, dan Pendekatan Perjuangan Kita harus merupakan Gerakan yang Melibatkan sebanyak Mungkin Orang, Mulai dari akar Rumput.
Perlu disadari bahwa ketidakadilan yang menyengsarakan rakyat banyak sudah bersifat struktural dan membudaya, terlalu sulit mengatasinya. Ia tidak dapat ditangani dengan slogan-slogan atau indoktrinasi, tetapi dengan suatu gerakan yang melibatkan sebanyak mungkin orang, mulai dari akar rumput. Gerakan ini merupakan gerakan penyadaran yang akan memakan waktu. Masyarakat perlu disadarkan bahwa ada ketidakadilan di negeri ini yang membuat rakyat banyak sengsara.
Menyangkut gerakan itu kiranya perlu diperhatikan beberapa hal, antara lain sebagai berikut.
a.   Gerakan ini adalah gerakan pembaharuan pikiran dan roh
b.   Gerakan pembaharuan ini hendaknya menjadi gerakan sosial dan moral kea rah pertobatan dan hidup baru
c.    Gerakan pembaharuan ini sungguh merupakan suatu “gerakan’’
Evaluasi:
1.      Manakah akar masalah yang paling pokok yang membuat negeri kita tidak sejahtera?
2.      Sebut dan jelaskan beberapa prinsip dasar dalam Membangun Masyarakat yang Adil dan sejahtera
3.      Bagaimana situasi politik dan ekonomi pada jaman Yesus? Jelaskan!
A. TANTANGAN DAN PELUANG  UMAT KATOLIK  DALAM  MEMBANGUN BANGSA DAN NEGARA  SEPERTI  YANG   DIKEHENDAKI   TUHAN

1. Tantangan- tantangan yang dihadapi bangsa Indonesia saat ini.  
Berikut ini secara garis besar diberikan gambaran tentang beberapa tantangan  yang sedang dihadapi bangsa Indonesia saat ini, guna menjadi perhatian kita semua sebagai warga negara Indonesia  untuk bersama-sama menghadapinya. Bahkan kita secara positif melihat tantangan ini menjadi peluang  bagi kita untuk menggunakan talenta yang diberikan Tuhan untuk membangun bangsa dan negara yang kita cintai ini.
a.  Krisis Etika Politik
Etika Politik di Indonesia yang masih carut marut. Politik hanya dipahami pragmatis sebagai sarana untuk mencari kekuasaan dan kekayaan bagi pribadi-pribadi dan golongan sendiri. Politik yang berkembang saat ini, khususnya oleh partai politik lebih bersifat transaksional yaitu untuk membagi-bagi kekuasaan dan berujung pada praktik politik uang. Banyak kepala daerah, dan dan para pejabat  lembaga negara lainnya, baik eksekutif, legislatif, dan yudislatif (polisi, jaksa, hakim) kini berurusan dengan KPK karena terlibat kasus  korupsi  yang tentu saja merugikan pembangunan bagi kesejahteraan rakyat.
b. Krisis Ekonomi.
Masyarakat Indonesia  kini masih dilanda krisis ekonomi. Banyak yang masih hidup di bawah garis kemiskinan, padahal Indonesia sendiri  dikenal sebagai negara yang kaya akan sumber daya alamnya. Dengan berkembangnya  neoliberalisme saat ini, orang kaya akan semakin kaya, dan orang miskin akan semakin miskin. Orang miskin, atau bahkan para pedagang kecil atau menengah sekalipun tidak pernah akan mampu bersaing dengan  para pedagang besar atau orang-orang kaya.
c. Merebaknya aliran fundamentalisme radikal
Kini merebak berbagai aliran fundamental radikal di Indonesia. Fundamentalisme itu pandangan yang berpusat pada diri manusia, sehingga manusia menjadi tolok ukurnya. Karena itu fundamentalisme prinsipnya “menutup diri” terhadap kebenaran dari paham di luar dirinya.  Akhirnya fundamentalisme dapat berakhir pada  arogansi terhadap orang lain, kekerasan demi mencapai tujuannya sendiri.  Fundamentalisme radikal  tidak hanya terbatas pada aliran agama tertentu, tetapi juga suku bahkan daerah. Nampaknya bahwa setelah diberlakukannya sistem otonomi daerah, dan otonomi khusus, terjadilah gerakan daerahisme. Mereka berusaha menolak dan bahkan “mengusir” orang dari daerah lain, khususnya dalam urusan pejabat pemerintahan, atau pengangkatan  PNS dengan istilah  mengutamakan putra daerah.
d. Lemahnya penegakan hukum di Indonesia
Dalam berbagai  kasus penegakan hukum baik perdata maupun pidana, banyak terjadi ketidakadilan. Keadilan hukum  hanya tajam untuk  orang  di bawah tetapi  tumpul untuk orang yang di atas. Artinya bahwa  keadilan hukum di lembaga peradilan hanya diberlakukan bagi masyarakat kecil, yang lemah secara ekonomi karena mereka tidak  mampu menyogok para penegak hukum. Sementara para penguasa dan kaum kaya raya dapat membeli para penegak hukum sehingga mereka bisa bebas dari hukuman, atau minimal hukumannya ringan.  Dalam beberapa kasus, seorang pencopet, atau maling ayam, dihukum jauh lebih berat daripada seorang koruptor yang telah mencuri uang negara ratusan juta atau bahkan miliaran rupiah. Publik Indonesia pun sudah mengetahui bagaimana banyak koruptor kelas kakap, yang sedang mendekam di penjara, tetapi nyatanya dapat berkeliaran bebas di luar dan berpesta pora serta melancong ke mana-mana. 

e. Berbagai bencana dan kerusakan alam
Bencana alam dan kerusakan alam menjadi tantangan real di hadapan kita. Bencana alam bisa disebabkan oleh kondisi alam itu sendiri, seperti gempa bumi, dan letusan gunung berapi. Namun bencana alam juga dapat disebabkan oleh perbuatan manusia Indonesia sendiri, seperti penggundulan dan pembakaran  hutan untuk berbagai tujuan, penebangan pohon secara serampangan sehingga menimbulkan bencana longsor dan banjir bandang yang merenggut jiwa dan harta. Kerusakan alam juga disebabkan oleh limbah-limbah industri yang mematikan ekosistem di sekitarnya.

Pendalaman:
Jawablah pertanyaan-pertanyaan berikut ini.

1)                 Tantangan-tantangan apa saja yang sedang  dihadapi bangsa dan negara kita?
2)                 Apa pandangan anda terhadap tantangan-tantangan tersebut?

2. Ajaran Gereja tentang bagaimana  peluang-peluang Umat Katolik dalam pembangunan.
Kita telah menemukan berbagai macam tantangan yang sedang dihadapi bangsa Indonesia yaitu : krisis etika politik, krisis ekonomi, merebaknya aliaran fundamentalisme radikal, lemahnya penegakan hukum, dan bencana alam serta kerusakan lingkungan. Berdasarkan masalah-masalah yang  merupakan tantangan  itu, apa peluang bagi  umat Katolik untuk membangun bangsa sesuai kehendak Tuhan sebagaimana yang diajarkan Gereja dalam bidang:
a.     Krisis Etika Politik
b.Krisis Ekonomi
c.      Menanggulangi aliran fundamentalisme radikal
d.Masalah Penegakan hukum
e.     Bencana alam dan kerusakan lingkungan

a.   Dari  segi krisis Etika Politik
Situasi Etika Politik di Indonesia yang masih carut marut: Kita umat (Gereja) Katolik perlu memperjuangkan agar politik tidak hanya dipahami pragmatis sebagai sarana untuk mencari kekuasaan dan kekayaan, melainkan politik dipahami sebagai suatu jerih payah untuk membuat transformasi situasi masyarakat yang kacau mejadi masyarakat yang tertata dan mampu menciptakan kesejahteraan umum.
Relasi Gereja dan Negara  untuk kepentingan terwujudnya kesejahteraan umum dinyatakan oleh Konsili sebagai berikut:  “Di bidang masing-masing negara dan Gereja bersifat otonom tidak saling tergantung. Tetapi keduanya, kendati atas dasar yang berbeda, melayani panggilan pribadi dan sosial orang-orang yang sama. Pelaksanaan itu akan semakin efektif dijalankan oleh keduanya demi kesejahteraan umum, semakin baik keduanya menjalin kerja sama yang sehat, dengan mengindahkan situasi setempat dan sesama. Sebab manusia tidak terkungkung dalam tata duniawi melulu, melainkan sementara mengarungi sejarah manusiawi ia sepenuhnya mengabdi kepada panggilannya untuk kehidupan kekal. Gereja, yang bertumpu pada cinta kasih Sang Penebus, menyumbangkan bantuannya, supaya di dalam kawasan bangsa sendiri dan antara bangsa-bangsa makin meluaslah keadilan dan cinta kasih. Dengan mewartakan kebenaran Injil, dan dengan menyinari semua bidang manusiawi melalui ajaran-Nya dan melalui kesaksian umat kristen, Gereja juga menghormati dan mengembangkan kebebasan serta tanggung jawab politik para warganegara.” (KV II, GS art. 76)
b. Krisis Ekonomi
Krisis ekonomi telah lama membelit masyarakat Indonesia pada umumnya. Inti persoalannya adalah kebijakan perekonomian pemerintah hanya uuntuk mengejar target produksi sementara masyarakat Indonesia dikorbankan demi keuntungan perekonomian sektor formal. Untuk masalah pemiskinan secara ekonomi tersebut, Konsili Vatikan mengajarkan bahwa; Makna-tujuan yang paling inti produksi itu bukanlah semata-mata bertambahnya hasil produksi, bukan pula keuntungan atau kekuasaan, melainkan pelayanan kepada manusia, yakni manusia seutuhnya, dengan mengindahkan tata urutan kebutuhan-kebutuhan jasmaninya maupun tuntutan-tuntutan hidupnya di bidang intelektual, moral, rohani, dan keagamaan; katakanlah: manusia siapa saja, kelompok manusia mana pun juga, dari setiap suku dan wilayah dunia. Oleh karena itu kegiatan ekonomi harus dilaksanakan menurut metodemetode dan kaidah-kaidahnya sendiri, dalam batas-batas moralitas sehingga terpenuhilah rencana Allah tentang manusia. (KV II GS art. 64). Harapan Konsili itu jelas, perekonomian mesti terutama mengabdi kepentingan perkembangan manusia, sehingga titik berat perkembangan ekonomi bukan sekedar keuntungan semata mata!   Di sinilah tantangan sekaligus sebagai peluang bagi umat Katolik  dan umat beragama dan berkepercayaan lainnya untuk mengembangkan ekonomi yang berpihak pada kesejahteraan rakyat.

c. Merebaknya aliran fundamentalisme radikal

Fundamentalisme itu pandangan yang berpusat pada diri manusia, sehingga manusia menjadi tolok ukurnya. Karena itu fundamentalisme prinsipnya “menutup diri” terhadap kebenaran dari paham di luar dirinya.  Akhirnya fundamentalisme dapat berakhir pada  arogansi terhadap orang lain, kekerasan demi mencapai tujuannya sendiri.
Berhadapan dengan berbagai aliran itu, kepentingan kehadiran Gereja tidak lain adalah mendorong gerakan “kebebasan beragama” dan “gerakan humanisme sejati, yang tertuju pada Allah.” Demi kepentingan gerakan kebebasan beragama, Konsili Vatikan II, secara khusus menyatakanya “bahwa pribadi manusia berhak atas kebebasan beragama. Kebebasan itu berarti, bahwa semua orang harus kebal terhadap paksaan dari pihak orang-orang perorangan maupun kelompok-kelompok sosial atau kuasa manusiawi mana pun juga, sedemikian rupa, sehingga dalam hal keagamaan tak seorang pun dipaksa untuk bertindak melawan suara hatinya, atau dihalang-halangi untuk dalam batas-batas yang wajar bertindak menurut suara hatinya, baik sebagai perorangan maupun dimuka umum, baik sendiri maupun bersama dengan orang-orang lain. Selain itu Konsili menyatakan, bahwa hak menyatakan kebebasan beragama sungguh didasarkan pada martabat pribadi manusia, sebagaimana dikenal berkat sabda Allah yang diwahyukan dan dengan akal-budi.  Hak pribadi manusia atas kebebasan beragama harus diakui dalam tata hukum masyarakat sedemikian rupa, sehingga menjadi hak sipil.”(KV II, Dignitatis Humanae, art. 1).
Terhadap cara pandang yang sempit dan picik dan merasa benar sendiri, Paulus VI menunjukkan nilai humanisme yang semestinya menjadi nilai universal dalam masyarakat dunia, “Tujuan mutakhir ialah humanisme yang terwujudkan seutuhnya. Dan tidakkah itu berarti pemenuhan manusia seutuhnya dan tidap manusia? Humanisme yang picik, terkungkung dalam dirinya tidak terbuka bagi nilai-nilai roh dan bagi Allah yang menjadi Sumbernya, barangkali nampaknya saja berhasil, sbeba manusia dapat berusha menta kenyataan duniawi tanpa Allah. Akan tetapi bula kenyatan kenyataan itu tertutup bagi Allah, akhirnya justru akan berbalik melaswan manusia. Humanisme yang tertutup bagi kenytaan lain jadi tidak manusiawi. Humanisme yang sejati menunjukkan jalan kepada Allah serta mengakui tugas yagn menjadi pokok panggilan kita, tugas yang menyajikan kepada kita makna sesungguhya hidup manusiawi. Bukan manuasialah norma mutakhir manusia. Manusia hanya menjadi sungguh manusiawi bila melampaui diri sendiri. Menurut Blaise Pascal, “ Manusia secara tidak terbatas mengungguli martabatnya” (Paulus VI, Populorum Progressio art. 42)
d. Lemahnya penegakan hukum di Indonesia
Dari segi lemahnya penegakan hukum, kita harus berusaha  mengubah mind-set peranan hukum dalam masyarakat, bahwa hukum bukan sarana untuk mempermudah agar “kasus-kasus” Pidana dan Perdata diperlakukan sebagai “komoditi”, tetapi hukum berfungsi untuk mempermudah pelaksanaan hidup bersama yang memungkinkan terciptanya kesejahteraan umum. Konsili Vatikan II  menegaskan bahwa “Pelaksanaan kekuasaan politik, baik dalam masyarakat sendiri, maupun di lembaga-lembaga yang mewakili negara, selalu harus berlangsung dalam batas-batas tata moral, untuk mewujudkan kesejahteraan umum yang diartikan secara dinamis, menurut tata perundang-undangan yang telah dan harus ditetapkan secara sah. Maka para warganegara wajib patuh-taat berdasarkan hati nurani mereka. Dari situ jelas jugalah tanggung jawab, martabat dan kewibawaan para penguasa. (KV II GS art. 73).
Dalam Kitab Suci,  kita  dapat  melihat bagaimana Yesus menuntut bangsa Yahudi supaya taat kepada hukum Taurat sebab pada dasarnya hukum Taurat dibuat demi kebaikan dan keselamatan manusia (bdk. Mat 5: 17-43). Satu titik pun tidak boleh dihilangkan dari hukum Taurat. Ia hanya menolak hukum Taurat uang sudah dimanipulasi, di mana hukum tidak diabdikan untuk manusia, tetapi manusia diabdikan untuk hukum. Segala hukum, peraturan, dan perintah harus diabdikan untuk tujuan kemerdekaan manusia. Maksud terdalam dari setiap hukum adalah membebaskan (atau menghindarkan) manusia dari segala sesuatu yang (dapat) menghalangi manusia untuk berbuat baik. Demikian pula tujuan hukum Taurat. Sikap Yesus terhadap hukum Taurat dapat diringkaskan dengan mengatakan bahwa Yesus selalu memandang hukum Taurat dalam terang hukum kasih.
Mereka yang tidak peduli dengan maksud dan tujuan hukum, hanya asal menepati huruf hukum, akan bersikap legalistis: pemenuhan hukum secara lahiriah sedemikian rupa sehingga semangat hukum kerap kali dikurbankan. Misalnya, ketika kaum Farisi menerapkan peraturan mengenai hari Sabat dengan cara yang merugikan perkembangan manusia, Yesus mengajukan protes demi tercapainya tujuan peraturan itu sendiri, yakni kesejahteraan manusia: jiwa dan raga. Menurut keyakinan awal orang Yahudi sendiri, peraturan mengenai hari Sabat adalah karunia Allah demi kesejahteraan manusia (bdk. Ul 5: 12-15; Kel 20: 8-11; Kej 2: 3). Akan tetapi, sejak pembuangan Babilonia (587-538 SM), peraturan itu oleh para rabi cenderung ditambah dengan larangan-larangan yang sangat rumit. Memetik butir gandum sewaktu melewati ladang yang terbuka tidak dianggap sebagai pencurian. Kitab Ulangan yang bersemangat perikemanusiaan mengizinkan perbuatan tersebut. Akan tetapi, hukum seperti yang ditafsirkan para rabi melarang orang menyiapkan makanan pada hari Sabat dan karenanya juga melarang menuai dan menumbuk gandum pada hari Sabat. Dengan demikian, para rabi menulis hukum mereka sendiri yang bertentangan dengan semangat perikemanusiaan Kitab Ulangan. Hukum ini  menjadi beban, bukan lagi bantuan guna mencapai kepenuhan hidup sebagai manusia.
Oleh karena itu Yesus mengajukan protes. Ia mempertahankan maksud Allah yang sesungguhnya dengan peraturan mengenai Sabat itu. Yang dikritik Yesus bukanlah aturan mengenai hari Sabat sebagai pernyataan kehendak Allah, melainkan cara hukum itu ditafsirkan dan diterapkan. Mula-mula, aturan mengenai hari Sabat adalah hukum sosial yang bermaksud memberikan kepada manusia waktu untuk beristirahat, berpesta, dan bergembira setelah enam hari bekerja. Istirahat dan pesta itu memungkinkan manusia untuk selalu mengingat siapa sebenarnya dirinya dan untuk apakah ia hidup. Sebenarnya, peraturan mengenai hari Sabat mengatakan kepada kita bahwa masa depan kita bukanlah kebinasaan, melainkan pesta. Dan, pesta itu sudah boleh mulai kita rayakan sekarang dalam hidup di dunia ini, dalam perjalanan kita menuju Sabat yang kekal. Cara unggul mempergunakan hari Sabat ialah dengan menolong sesama (bdk.Mrk 3: 1-5). Hari Sabat bukan untuk mengabaikan kesempatan berbuat baik. Pandangan Yesus tentang Taurat adalah pandangan yang bersifat memerdekakan, sesuai dengan maksud yang sesungguhnya dari hukum Taurat.
e. Berbagai bencana dan kerusakan alam
Bencana alam dan kerusakan alam menantang Gereja untuk berefleksi, “Di manakah Gereja itu hidup, bukankah lingkungan hidup juga sangat crucial untuk hidup Gereja di tengah dunia? Maka persoalan pengrusakan lingkungan hidup itu tidak hanya masalah dunia, tetapi juga masalah Gereja. Paus Paulus VI, dalam Ensiklik Populorum Progressio, art. 21, menegaskan “Bukan saja lingkungan materiil terus menurus merupakan anaman pencemaran dan sampah, penyakit baru dan daya penghancur, melainkan lingkungan hidup manusiawi tidak lagi dikendalikan oleh manusia, sehingga menciptakan lingkungan yang untuk masa depan mungkin sekali tidak tertanggung lagi. Itulah persoalan sosial  berjangkau luas, yang sedang memprihatinkan segenap keluarga manusia.” Dengan demikian, Gereja  juga ditantang untuk terlibat dalam dunia pertanian yang sudah rusak karena perusakan sistematis sehingga merusak tatanan dan fungsi lingkungan hidup. Tepatlah Konsili Vatikan II mendesak pentingnya membangun kondisi kerja untuk para petani sehingga mereka mampu mengembangkan diri sebagai manusia utuh: “Perlu diusahakan dengan sungguh-sungguh, supaya semua orang menyadari baik haknya atas kebudayaan, maupun kewajibannya yang mengikat, untuk mengembangkan diri dan membantu pengembangan diri sesama. Sebab kadang-kadang ada situasi hidup dan kerja, yang menghambat usaha-usaha manusia di bidang kebudayaan dan menghancurkan seleranya untuk kebudayaan. Hal itu secara khas berlaku bagi para petani dan kaum buruh; bagi mereka itu seharusnya diciptakan kondisi-kondisi kerja sedemikian rupa, sehingga tidak menghambat melainkan justru mendukung pengambangan diri mereka sebagai manusia”. (KV II, GS art. 60).

3. Menghayati tantangan dan peluang untuk membangun bangsa dan negara
                   
  1. Menggali Inspirasi dari   Tokoh Nasional Katolik 




Gbr.5.7. Ignatius Joseph Kasimo saat Presiden Soekarno
Sbr: Arsip Kompas

 


B.        DASAR KETERPANGGILAN GEREJA KATOLIK DALAM MEMBANGUN BANGSA DAN NEGARA
1.      Pengalaman Keterlibatan Umat Katolik dalam Pembangunan bangsa  dan negara.

  1. Mendalami Ajaran Kitab Suci dan Ajaran Gereja sebagi dasar keterpanggilan kita untuk membangun bangsa dan negara.

a.    Ajaran Kitab Suci
1)   Menyimak cerita Kitab Suci
Markus 12: 13-17

13. Kemudian disuruh beberapa orang Farisi dan Herodian kepada Yesus untuk menjerat Dia dengan suatu pertanyaan.
14. Orang-orang itu datang dan berkata kepada-Nya: "Guru, kami tahu, Engkau adalah seorang yang jujur, dan Engkau tidak takut kepada siapapun juga, sebab Engkau tidak mencari muka, melainkan dengan jujur mengajar jalan Allah dengan segala kejujuran. Apakah diperbolehkan membayar pajak kepada Kaisar atau tidak? Haruskah kami bayar atau tidak?"
15. Tetapi Yesus mengetahui kemunafikan mereka, lalu berkata kepada mereka: "Mengapa kamu mencobai Aku? Bawalah ke mari suatu dinar supaya Kulihat!"
16. Lalu mereka bawa. Maka Ia bertanya kepada mereka: "Gambar dan tulisan siapakah ini?" Jawab mereka: "Gambar dan tulisan Kaisar."
17. Lalu kata Yesus kepada mereka: "Berikanlah kepada Kaisar apa yang wajib kamu berikan kepada Kaisar dan kepada Allah apa yang wajib kamu berikan kepada Allah!" Mereka sangat heran mendengar Dia.

2)   Pendalaman
Jawablah pertanyaan-pertanyaan berikut ini
a)   Apa yang dikisahkan dalam Kitab Suci tersebut
b)   Apa yang ditanyakan orang Farisi kepada Yesus
c)    Apa maksud orang Farisi  menanayakan hal itu.
d)   Apa jawaban Yesus?
e)   Apa maksud jawaban Yesus seperti itu?
f)     Apa makna pesan ajaran Yesus bagi dirimu sebagai pengikut Yesus di  hidup di Indonesia?

b.   Ajaran Gereja sebagi dasar keterpanggilan kita untuk membangun bangsa dan negara.

Berikut ini adalah salah satu kutipan  arah dasar  dari Gereja Katolik Indonesia bagi umat Katolik dalam rangka mendorong umat untk  berperan aktif dalam pembangunan.
ARAH DASAR GEREJA KATOLIK INDONESIA
(Sidang Agung Gereja Katolik Indonesia 1995)

 Gereja Diutus ke Seluruh Dunia
Jemaat kristiani Indonesia sudah hadir di Nusantara pada abad ke-7 di Barus, Sumatra untuk menjadi ‘saksi Yesus Kristus sampai ke ujung bumi’. Kemudian Fransiskus Xaverius dan para murid Kristus lainnya sampai ke Maluku serta pelbagai bagian Nusantara, membagikan Kabar baik kedatangan Kerajaan Allah, yakni kabar bahwa Allah memimpin seluruh umat manusia lahir-batin. Setelah itu, tidak sedikit rakyat Nusantara yang mengikuti jejak para bangsa, bagaikan mendengarkan pewartaan Petrus di hari Pentakosta, meminta dibaptis dan berusaha hidup sebagaimana diwariskan oleh Gereja Perdana. Mereka itu juga disukai semua orang. Peristiwa itu masih berlanjut sampai saat ini sehingga umat lambat laun tumbuh dalam 36 keuskupan dan keuskupan agung, dari Sabang sampai Merauke. Pertumbuhan itu telah kita hayati kembali dalam beberapa pertemuan para waligereja Indonesia. Seluruh umat Katolik Indonesia, sendiri-sendiri ataupun dalam kelompok-kelompok pengabdian serta sebagai satu persekutuan, telah berusaha mengabdikan diri bangsa, negara dan masyarakat.
 TUHAN BERPERAN DALAM SEJARAH
Dengan rahmat dan kekuatan Roh Allah, kita meneruskan cita-cita para leleuhur bangsa. Kita ingat anak cucu Abraham yang yakin bahwa dalam mencari sejarah kesejahteraan itu Allah mencintai mereka. Ketika kita mengalami betapa egoisme menggerogoti hidup bangsa, dan tatkala  kita menyadari bagaimana dosa membelit manusia dalam lingkaran setan yang rumit, kita terkenang akan Yesus Kristus, yang memerdekakan manusia dari dosa dan segala akibat dosa, karena manusia menolak kasih-sayang Allah.

Saksi Keselamatan
Guna menanggapi Karya Penyelamatan Allah itu, kita mau mewartakan Kabar Baik penyelamatanNya kepada sesama rakyat dalam segala segi dan lapisan hidup manusia serta seluruh bangsa. Oleh karena itu, demi Yesus Kristus serta dalam RohNya, yang menyertai orang beriman sampai akhir zaman, kita berusaha melibatkan diri tanpa henti, dalam berbagai bentuk, dalam setiap situasi dan kondisi masyarakat, selaras dengan tahap-tahap perkembangannya.
Pengutusan Gereja
Umat beriman diutus:
a.  menjadi persekutuan (koinonia) tanda dan sarana Kehadiran Kerajaan Allah, yang diwartakan oleh Putera Allah sendiri, Sang Jalan, Kebenaran dan Hidup di tempat tinggal serta di lingkungan pengabdian masing-masing.
b.   Merayakan koinonia dalam ibadat dan membagikan iman dalam pewartaan serta bersama umat yang berlainan agama dan kepercayaan mau mendengarkan bisikan Roh, bagaikan nabi yang jeli dan berani menampilkan pesan keselamatan, dalam karya-karya pelayanan (diakonia).
 Proses Membudaya
Kita berikhtiar agar terus menyadari bahwa proses bertaqwa bersama itu terlaksana dalam lingkup dan proses membudaya di tengah lingkungan masyarakat, bangsa, dan negara. Semua itu terpadu dengan kebudayaan global.

Keterbukaan
Dalam perjalanan sebagai musafir, umat Katolik mau membuka diri. Kita mempersilahkan Tuhan mengutus kita sebagai saksi datangnya cinta Allah yang tanpa batas. Kesaksian itu terlaksana dalam membangun persatuan dengan seluruh bangsa Indonesia dari segala lapisan dan golongan, seraya mengupayakan kesejahteraan bersama yang lebih baik. Keterbukaan itu juga menghendaki agar kita mau secara bersama-sama mencari jalan-jalan baru, memanfaatkan penemuan-penemuan ilmu kemanusiaan dan ilmu alam yang semakin menyatukan seluruh umat Allah dan melestarikan alam ciptaan Allah.

Dialog Hidup
Dalam kesatuan dengan peziarahan hidup seluruh insan beriman tersebut, kita menghayati pasang surut dinamika bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara sebagai dialog hidup. Umat Katolik bertekad mendukung segala upaya membangun pemerintahan yang makin bersih dan berwibawa, meneguhkan badan perwakilan rakyat yang lebih tanggap, berdaulat, dan menjaga demokrasi Pancasila yang berperikemanusiaan, serta memantapkan badan yudikatif yang lebih mampu menegakkan hukum secara menyeluruh. Dialog hidup itu berakar pada iman akan Tuhan Yang Maha Esa, sebagai Allah yang menjadi Bapa semua orang dan yang telah menyerahkan PuteraNya, agar RohNya hidup dan berkarya di dalam dunia. Sebagai kawanan kecil di antara umat yang beragama Islam, Hindu, Budha, Kristen Protestan, dan penganut agama-agama asli, umat Katolik dipanggil untuk membangun koinonia yang mengalirkan diakonia.

Gereja Indonesia
Dengan pendirian itu, kita ingin mengungkapkan penghayatan kita sebagai bagian integral rakyat Indonesia. Gereja Katolik Indonesia mau mencurahkan segenap tenaga guna menyingkirkan segala hal yang dapat memecahbelah persatuan bangsa Indonesia. Di tengah bangsa Indonesia itu kia berpadu dengan seluruh Gereja semesta.
Pancasila
Semangat menyelenggarakan dialog hidup itu menyebabkan kita memandang segala masalah di dalam bermasyarakat, berbangsa dan bernegara tidak melalui kepentingan golongan sendiri. Kita dipanggil supaya menggunakan cakrawala iman, yang merangkum segala hal demi keagungan Allah. Masalah-masalah politis, ekonomis, sosial, budaya, persekolahan, komunikasi sosial, pertahanan dan keamanan mendapat tempatnya yang selaras di dalam cakrawala tanpa batas iman kepada Tuhan Yang Maha Esa. Segala sesuatu dalam pembangunan ingin dirangkum dalam semangat persaudaraaan, dengan penuh rasa kemanusiaan sambil menjunjung tinggi persatuan bangsa. Kedaulatan rakyat ingin diwujudkan bersama keadilan sosial dallam segala segi dan tahap pembangunan sesuai dengan cita-cita Pembukaan UUD 1945.Begitulah kita memandang Pancasila dari lubuk hati yang terdalam, serasi dengan ajaran iman. Pancasila secara tulus kita akui sebagai dasar hidup bangsa yang merupakan jaminan kemerdekaan dan kesamaan kedudukan tiap warga negara.

Bhinneka Tunggal Ika
Hasrat persatuan yang menjiwai setiap keterlibatan membuat kita juga terbuka terhadap semua kekhususan semua pihak. Kesatuan mengijinkan adanya perbedaan dalam ciri setiap kelompok dan juga perbedaan cara dalam mencapai persatuan itu. Perbedaan pandangan diterima sebagai suatu potensi guna menemukan hal-hal yang lebih baik lagi dari pada sekarang yang sudah dimilii bangsa ini. Persatuan bangsa Indonesia mengijinkan perbedaan peran, yang sering berkaitan dengan perbedaan pendidikan, kedudukan sosial, dan profesi. Umat Katolik sendiri juga majemuk dan terdiri atas sekian banyak suku maupun golongan sosial. Ada orang Katolik yang berada, namun sebagian besar warga Katolik hidup dalam keadaan amat sederhana.

Subsidiaritas
Kebhinnekaan memungkinkan tata hidup bersama yang beraneka ragam. Dalam Gereja dan di dalam masyarakat diperlukan suatu iklim yang memungkinkan kita menjaga persatuan seraya memberi kesempatan kepada perseorangan dan persekutuan yang lebih kecil tumbuh sehat. Yang dapat mereka lakukan tidak selayaknya dilakukan oleh lembaga yang lebih tinggi. Di lain pihak, apabila kepentingan umum menuntut, lembaga yang lebih tinggi dapat memberikan arah sebagaimana disepakati bersama. Begitulah kita menjunjung tinggi prinsip subsidiaritas: prinsip yang memberikan tempat yang serasi  bagi kepentingan perseorangan, kepentingan kelompok, dan seluruh rakyat secara proporsional dan wajar.

Gereja Sungguh Indonesia
Dalam melaksanakan tekad tersebut, kita berpegang teguh pada ajakan pahlawan nasional, Mgr. A. Soegijapranata, S.J. supaya menjadi sepnuh-penuhnya beriman Katolik dan seutuh-utuhnya berjiwa Indonesia. Masih teringat jelas bahwa pada kunjungannya ke Indonesia, Paus Johannes Paulus II juga meminta umat Katolik Indonesia menjadi betul-betul Indonesia dan sungguh-sungguh Katolik. Kita bertekad hendak terus menerus melibatkan diri dalam pembentukan hidup berkeluarga, politik dan ekonomi demi kesejahteraan rakyat dan negara; mengabdi diri dalam pendidikan, kesehatan, komunikasi massa, pelbagai karya sosial, dan amal di tengah rakyat. Sebab kita adalah anak-anak satu Allah yang bersikap bagaikan Bapa kepada umat manusia.

Hidup Berkeluarga
Kita berhasrat mewujudkan masyarakat yang bertumpu pada hidup berkeluarga yang sehat:
a.  Yang betul-betul merupakan kancah tempat laki-laki dan perempuan secara sepadan saling membangun kasih dalam suka dan duka serta mendidik anak sebagai buah cinta yang tumbuh dalam kemandirian yang bersifat sosial;
b.  Yang memungkinkan seorang pria dan seorang wanita tumbuh sebagai kesatuan pribadi yang penuh kasih dengan menghargai kekhasan serta potensi masing-masing;
c.   Yang menjadi awal pendidikan citarasa Katolik, berupa pendidikan nilai, khususnya bimbingan berkomunikasi  antar  generasi yang menghargai sejarah masa silam  dan terbuka terhadap aktivitas baru;
d.  Yang mewariskan tradisi-tradisi kemanusiaan yang sehat serta membangun tradisi-tradisi keluarga kristiani yang menghormati sejarah dan kreatif menciptakan pola-pola hidup bersama yang baru;
e.  Yang mengembangkan badan yang bugar, jiwa yang sehat, kepandaian yang berdayacipta, keterampilan yang membekali hidup anak-anak, kesalehan yang mengokohkan hidup rohani seluruh anggota keluarga;
f.  Yang tidak hanya merupakan kesatuan ke dalam tetapi ke luar juga mampu berperan konstruktif dalam pengabdian gerejawi dan kemasyarakatan;
g.  Yang melihat pengutusannya dalam menyiapkan tenaga kemasyarakatan yang andal dan tenaga gerejawi yang terlibat, serta juga mampu menumbuhkan panggilan hidup rohani bagi Gereja.

Hidup Politik
Kita mendambakan pembangunan politik yang berperikemanusiaan melalui:
a.  pembentukan kehidupan bernegara yang menghormati hak-hak asasi manusia denga semangat solider sejati; dalam kerangka ini kaum wanita sepatutnya semakin mendapat tempat dalam pengambilan keputusan;
b.  pengembangan kehidupan kenegaraan dengan sistem demokrasi yang memungkinkan pelaksanaan Pancasila sebagai ideologi terbuka dan UUD 1945 secara konsekwen;
c.  pembangunan sistem hukum nasional yang adil secara demokratis sebagai penjabaran cita-cita negara hukum;
d.  pembinaankehidupan kepartaian yang bebas dan adil ke arah partisipasi rakyat yang merata serta berpedoman “salus populi suprema lex”;
e.   pengembangan sistem keberimbangan kekuasaan  yang kreatif dan dinamis seraya mengandalkan integritas pribadi pejabat;
f.  penyusunan kehidupan bermasyarakat yang ditandai kemajemukan yang bebas, dinamis dan berwawasan kebangsaan;
g.  pembangunan hidup bersama yang menciptakan rasa-aman lahir-batin dengan kemampuan bela-negara yang serasi;
h.  hidup kemasyarakatan yang berfokus pada proses pemberdayaan setiap lapisan masyarakat dengan terus menerus memperluas kalangan yang dilibatkan dalam pengambilan keputusan;

Hidup Ekonomi
Kita pun mencita-takan pembangunan ekonomi yang berkeadilan:
a.  yang menjunjung tinggi martabat manusia, tidak meremehkan atau mengabaikan hak asasi manusia karea mengejar target atau hasil lahiriah tertentu; dengan demikian manusia tidak menjadi sekedar angka atau sumber daya bagi ekonomi; terutama tenaga kerja wanita dan anak-anak pantas mendapat pembelaan yang lebih tepat guna;
b.  yang menghargai manusia sebagai pelaku ekonomi yang terpenting, karena menjadi asal, isi, tujuan dan muara segala kegiatan ekonomi sehingga pemberdayaan usaha rakyat kecil merupakan poros segala gerak ekonomi;
c.  yang menjamin peran serta semua warga negara di dalam bidang ekonomi, dengan tidak melalaikan ‘kaum marjinal’; dengan demikian, usaha-usaha ekonomi memang mendukund pelaku-pelaku ekonomi agar cukup dapat berperan secara global, namun terus menerus mencari jalan agar pemerataan upaya penyejahteraan menjadi kenyataan;
d.  yang merangsang terbentuknya kemitraan dan jaringan kerjasama antara semua pihak berpegangan pada Code of Conduct yang bercirikan keadilan sosial;
e.    yang secara berdayaguna menciptakan mekanisme untuk mencegah perluasan korupsi.

Hidup Budaya
Kita merindukan pembangunan kebangsaan dan kebudayaan:
a.  yang dengan sekuat tenaga berusaha memupuk dan mengembangkan persatuan bangsa, agar jangan sampai terjadi pengkotak-kotakan di dalam masyarakat karena suku, ras, kedaerahan, dan agama atau kepercayaan yang berbeda;
b.  yang menjamin persatuan sejati seluruh bangsadenga menjamin hak serta kewajiban semua orang berperan-serta di dalam pembangunan kebudayaan nasional yang terbuka dan beradab selaras dengan tuntutan perkembangan dan perubahan zaman; budaya menghargai kesepadanan peran laki-laki dan perempuan perlu lebih diupayakan;
c.  yang menumbuhkan, mengembangkan, memelihara dan menyuburkan wawasan kebangsaan, sehubungan dengan adanya peralihan generasi, dari generasi 45 yang, mengalami secara langsung perjuangan mempersatukan bangsa ini, ke generasi penerus, yang tidak mengalami hal tersebut. Pada masa mendatang perlu dicari ungkapan wawasan kebangsaan baru dengan beertumpu pada kejujuran dalam memandang masa silam serta kebesaran hati dalam menyambut masa depan;
d.  pembangunan kebudayaan nasional membutuhkan pengembangan kebudayaan setiap daerah secara terbuka. Sebab justru kebudayaan daerah itu dapat menciptakan kebudayaan nasional yang berakar pada situasi dan kondisi masyarakat yang nyata. Dalam pada itu, kebudayaan nasional seperti itu akan memiliki ketangguhan dan kelenturan yang memadai dalam mengintegrasikan pengaruh proses globalisasi secara terbuka.
Ilmu Pengetahuan dan Teknologi
Kita mengharapkan pembangunan ilmu pengetahuan dan teknologi yang tepat:
a.  ilmu pengetahun dan teknologi modern adalah bagian dari peradaban baru yang berkembang sebagai buah dari pikiran dan perasaan manusia. Isi dan tujuan ilmu pengetahuan dan tekhnologi adalah daya-daya manusia yang mulia. Oleh sebab itu kita harus ikut menjaga, agar ilmu pengetahuan dan teknologi senantiasa mengabdi kesejahteraan manusia sedalam-dalamnya dan tidak dipergunakan untuk merosotkan martabat manusia;
b.  pembangunan dalam bidang ilmu pengetahuan dan teknologi memang diperlukan dalam membangun dan memajukan bangsa. Namun perlu dipikirkan dan dijaga agar kelsetarian lingkungan hidup tidak dirusak oleh pembangunan tersebut; kita perlu menciptakan hidup keilmuan dan teknologi yang mengabdi kebutuhan kesejahteraan serta tidak tinggal di lapisan dangkal yang terlalu pragmatis dan oportunistis;
c.  ilmu pengetahuan dan teknologi harus sungguh-sungguh dihayati sebagai karunia Tuhan untuk memelihara, mengembangkan dan memanfaatkan alam secara manusiawi; dalam pada itu juga sadar bahwa ilmu pengetahuan dan teknologi dapat disalahgunakan untuk kepentingan sekelompok orang atau seseorang sehingga merugikan kesejahteraan bersama;
d.  generasi muda perlu dididik dan diberi kesempatan agar dapat ikut ambil bagian dalam pembangunan dan penguasaan ilmu pengetahuan dan teknologi sampai memiliki keilmuan yang tangguh dengan dasar etika ilmu yang bertanggung jawab.

Pendidikan dan Persekolahan
Kita meneruskan tekad ikut mendukung usaha pendidikan dengan visi bersama yang luas dan yang:
a.  memungkinkan manusia muda menemukan dan mengembangkan dirinya dalam kesatuan dengan sesama dan selueuh alam semesta; alam upaya tersebut pada pokoknya kita mewariskan dan mengembangkan nilai-nilai dasar manusiawi;
b.  memberi bekal kepada manusia muda membangun masa depannya, supaya memiliki kepandaian, kepribadian, keterampilan, keahlian dan kemampuan mengambil keputusan dengan suara hati yang tepat sebagai orang beriman;
c.  menyediakan pembimbing-pembimbing yang penuh keterlibatan dan perhatian pada peserta didik; untuk itu diperlukan lebih banyak alternatif penyediaan pendidik yang berdedikasi, berketerampilan dan memperoleh prasarana yang memadai;
d.  dapat berdiri di atas kaki sendiri dalam interaksi sehat dengan orang tua, negara, lembaga-lembaga keagamaan, dan pelaku-pelaku media serta seluruh sektor kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara;
e.   menolong terbentuknya gerakan-gerakan dan organisasi kaum muda yang memungkinkan interaksi optimal antara pria dan wanita dengan semangat kebangsaan yang terbuka;
f.   merangsang terbentuknya lingkaran-lingkaran penelitian dan pengembangan masalah kepemudaan;
Kesehatan
Kita mengharapkan terbentuknya budaya masyarakat dan bangsa yang sehat dengan prinsip dasar menghormati pribadi manusia sebagai pribadi dan makhluk sosial yang diciptakan menurut citra Allah, sehingga:
a. mampu memelihara sendiri kesehatannya dan aneka usaha meningkatkan derajat kesehatannya, termasuk olah raga;
b.  mampu menyediakan pelayanan kesehatan yang adil dan merata bagi seluruh masyarakat, baik di kota maupun di desa, sehingga tidak menumpukkan sarana kesehatan hanya di beberapa pusat kekuasaan;
c.  menciptakan sistem pembiayaan kesehatan sehingga sebanyak mungkin rakyat dapat menjangkau pelayanan penyehatan yang dibutuhkannya;
d.  meratakan tenaga-tenaga kesehatan, meningkatkan kemampuan mereka, serta menyediakan tenaga kesehatan yang memadai etika dan moralnya;
e.   menggalang kerjasama semua pihak untuk mendukung pembangunan yang berwawasan lingkungan;
f.   merangsang terbentuknya pusat penelitian dan pengembangan etik yang menolong para ahli dan praktisi guna membela kehidupan secara terencana;
g.  memajukan pergaulan yang saling menghargai dan setia antara laki-laki dan perempuan sehingga ikut serta dalam mencegah meluasnya ancaman HIV/AIDS.
            

Komunikasi Sosial
Kita ikut berperan dalam dunia media yang semakin menciptakan persaudaraan global, menjadi sarana informasi, hiburan dan pendidikan tak terperi, namun kadang kala juga menyodorkan tantangan bagi suara hati kita. Kita ingin memperjuangkan media yang:
a. menolong seluruh umat dan bangsa mencari kebenaran sebagai dasar kehidupan bersama yang sehat;
b. menyediakan informasi, pendidikan dan hiburan sehat kepada semua yang tersangkut;
c. menyediakan pelaku-pelaku media yang memiliki suara hati yang jernih, dan yang peduli dengan persoalan rakyat kebanyakan;
d. menolong seluruh bangsa membuka cakrawala seluas dunia dan mengembangkan kebudayaan secara terbuka;
e.  mendidik rakyat untuk mempunyai sikap kritis yang sehat dan daya tangkal yang tinggi terhadap segala bahaya globalisasi yang mengancam hidup pribadi, hidup keluarga dan persatuan kita dari media;
f.  mendukung semua usaha untuk perlakuan wajar dan penuh hormat terhadap wanita di dunia hiburan.
 Membangun Gereja
Kita membangun terbentuknya tradisi Gereja Indonesia yang tanggap pada masyarakat setempat seraya terbuka pada kebudayaan global dan Gereja semesta: suatu koinonia yang mengalir dalam diakonia:
a.  Gereja yang semakin merupakan persekutuan umat beriman bergaya sinodal-kolegial dengan mekanisme pengambilan keputusan yang partisipatif, meninggalkan pola feodal dan piramida klerikal; hal itu dapat semakin mengikutsertakan wanita dalam pengambilan keputusan;
b.  Gereja yang mampu membentuk cara-cara hidup, pola kerja dan modal layanan yang solider dengan rakyat jelata sebagai tanda dan sarana kehadiran kasih Allah di dunia ini secara profetik;
c.  Gereja yang memiliki kemandirian sedemikian sehingga mampu berdialog secara leluasa dengan semua pemeluk agama lain;
d.  Gereja yang mempunyai kepercayaan yang begitu besar kepada kuat-kuasa Kerajaan Allah sehingga mampu bertahan dalam segala suka dan duka pergumulan hidup yang tanpa henti;
e.   Gereja yang dapat mencukupi sendiri kebutuhan akan pemimpin awam, biarawan/wati, dan rohaniwannya sehingga menyelenggarakan pendidikan-pendidikan kader segala bidang secara terencana;
f.   Gereja yang mampu menciptakan pola-pola ibadat selaras dengan kondisi tempat dan kelompok;
g.   Gereja yang membangun lingkaran-lingkaran pengembangan dan penelitian untuk menyediakan kelompok pemikir tangguh dalam kepemimpinannya.

Hak Asasi Manusia
Sebagai dasar-pijak bersama, dalam pelbagai bidang pembangunan tersebut haruslah dijunjung tinggi hak-hak asasi bagi setiap warga negara sebagai manusia, tidak hanya karena tuntutan politis tetapi karena manusia itu makhluk lhuru ciptaan Allah. Hak asasi manusia tidak diberikan oleh negara atau masyarakat, tetapi sudah dipunyai manusia sejak diciptakan Tuhan. Diantaranya hak untuk hidup, hak untuk memeluk dan melaksanakan agama, serta hak untuk membangun keluarga selaras dengan keyakinannya. Begitulah kita bertekad terus terlibat dengan cita-cita yang menjiwai para pendahulu  dalam Negara Kesatuan Republik Indonesia ini, sebagaimana terungkap dalam Pancasila yang dirumuskan oleh Pembukaan Undang-undang Dasar 1945.
  
Sumber: Hasil SAGKI 1995 dalam Spektrum – Dokpen KWI.

2.    Menghayati keterpanggilan Gereja untuk membangun bangsa dan negara indonesia sesuai kehendak Tuhan.

a. Refleksi
  • Tuliskanlah  sebuah refleksi tentang keterpanggilan Gereja Katolik Indonesia untuk membangun bangsa dan negara yang sesuai dengan kehendak Tuhan.

b. Aksi

  • Membentuk kelompok kerja untuk membuat rencana aksi, sebagai anggota Gereja Katolik Indonesia yang terpanggil untuk ikut membangun bangsa dan negara. Peserta didik dapat memilih salah satu saja bidang aksi, misalnya di bidang politik, hukum, ekonomi, budaya, ilmu pengetahuan dan teknologi, pendidikan, kesehatan, komunikasi sosial, Komunitas Basis Gerejani, serta HAM.
  • Melaporkan kegiatan yang telah dilakukan dalam suatu format laporan kegiatan (projek)  yang telah dilakukan. Diharapkan agar kegiatan tersebut menjadi habitus para peserta didik dalam kehidupannya sehari, sebagai anggota atau warga Gereja dan warga masyarakat.





MATERI PELAJARAN AGAMA KATOLIK KELAS XII: BAB V PERAN SERTA UMAT KATOLIK DALAM MEMBANGUN BANGSA INDONESIA

BAB V PERAN SERTA UMAT KATOLIK DALAM  MEMBANGUN BANGSA INDONESIA                A.    Situasi Negeri kita saat ini 1.       ...